Headlines News :

Featured Post 7

Test Footer

widgeo.net

Followers

Latest Post

PEMAKARAN BUKAN BERARTI KESEJAHTERAAN BAGI RAKYAT PAPUA

Written By papua peace on Selasa, 25 September 2012 | 13.42

Nawi Papua Abua
Sejak dianeksasikannya tanah Papua oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963 – 1998 penerapan sistim perpolitikan di tanah papua, telah melahirkan sekian peristiwa yang memilukan dipihak masyarakat pribumi papua, yang sungguh memprihatinkan sebab Hak Asasi Mansia secara khusus “hak berpolitik” bagi mereka tidak dihargai oleh negara-negara yang berkepentingan atas wilayah tersebut, hingga saat ini sejarah tersebut masih menyimpan amisnya bangkai korban yang bertaburan, serta dihantui perasaan duka lara, atas kepentingan beberapa pihak yang serakah akan kemolekan, kekayaan alam, dan strategisnya wilayah Papua.

Pada awalnya keterbelakangan masyarakat pribumi papua, secara pendidikan formal sangat membantu memuluskan segala kegiatan pihak-pihak yang berkepentingan, disamping itu lembaga agama pun memainkan peranan penting dalam upaya pemulusan tersebut, bukti-bukti tersebut nampak kini setelah banyak generasi muda papua yang berpendidikan menemukan fakta-fakta seputar sepak terjang perpolitikan yang diterapkan oleh para pihak yang berkepentingan, dengan menjadikan eksistensi Masyarakat Pribumi Papua sebagai tumbal atas segala upayanya, seperti yang ditungkan dalam buku-buku yang telah dikeluarkan oleh intelektual papua baik yang diakui eksisitensi buku tersebut, dan yang tidak diakui eksistensi buku-buku tersebut karena alasan yang kurang jelas oleh yang berkuasa.

Imbas reformasi 1998 bagaikan badai putting beliung di Tanah Papua yang membangkitkan semagat nasionalisme Masyarakat Pribumi Papua yang amat tebal sehingga dilaksanakannya Kongres Nasional II Papua Barat yang merekomendasi lahirmya Tim 100 yang diketuai oleh Thom Beanal untuk menyampaikan suara hati Masyarakat Pribumi Papua kepada penguasa Negara Republik Indonesia. Berkat penguasa saat itu yang tak berkafer Militer sehingga tim tersebut, diterima untuk menyampaikan pendapat Masyarakat Pribumi Papua, namun sungguh disayangkan sebab maksud Tim ini tidak diindahkan seperti yang diinginkan, malahan ditanggapi dengan pembunuhan ketua umum Presidium Dewan Papua Theys H Eluai pada tanggal 10 Nofember 2001, dan dilanjutkan dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi.

Pembunuhan terhadap Bapak Bangsa Papua, dan Lahirnya undang-undang diatas murni inisiatif pemerintah Indonesia yang karena takut akan terlepasnya salah satu sumber kehidupannya sehingga ditetapkannya UU tersebut. Lahirnya UU tersebut dengan dilatar belakangi oleh kepentinggan politik Negara Indonesia, dibuktikan dengan bunyi salah satu pasalnya, seperti yang termuat dalam BAB IV TENTANG KEWENANGAN DAERAH, Pasal 4, ayat (1) UU OTSUS sebagai berikut; “Kewenangan Provinsi Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal, agama, dan peradilan serta kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Selanjutnya untuk lebih jelasnya akan dibagikan sesuai bidang-bidangnya, maka akan terdapat 5 (lima) bidang antara lain;
1. Kewenangan Bidang Politik luar negeri2. Pertahanan Keamanan,3. Moneter dan Fiskal,4. Peradilan, dan5. Kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai perundang-undangan.
Apabila dikaji lebih mendalam menyakut kelima hal diatas, secara politik terdapat pembungkaman “hak berpolitik” bagi Masyarakat Pribumi Papua, menyangkut penanaman modal dan pengolahan Sumber Daya Alam walupun dimiliki oleh masyarakat pribumi papua akan tetapi karena dikuasai oleh pemerintah pusat (Negara) seperti termuat dalam pasal 33, UUD 1945 sehingga upaya atasnya dikendalikan langsung oleh pemerintah pusat, secara keamanan apabila terjadi penembakan, pembunuhan, dan perampasan HAM oleh TNI/POLRI terhadap Masyarakat Pribumi Papua maka Pemerintah Daerah (Gubernur/Bupati) tidak dapat menegur, membatasi, memberhentikan tindakan tersebut, sebab kewenangan di bidang keamana dikendalikan langsung oleh Pemerintah Pusat (Mabes TNI/Kapolri), di bidang moneter dan fiskal Pendapat Asli Daerah yang di peroleh 20% harus diserahkan kepada pemerintah pusat walaupun masyarakatnya masih di bawah standar kelayakan, disamping itu jika Indonesia dilanda badai krisis moneter seperti pada tahun 1999 dan 2009 kemarin maka imbasnya pun akan dirasakan oleh Masayarakat Pribumi Papua, dan kewenagan-kewenagna tertentu yang ditetapkan sesuai dengan kepentingan politik negara indonesia. Dari uraian diatas UU OTSUS dapat dianalogikan seperti “Seekor Ular yang dilepas kepalanya namun ekornya masih ditanggan sang Pawang”.

Pasca penerapan UU OTSUS di tanah Papua bukannya terimplementasikan sesuai tujuannya yaitu ingin mensejahterakan Masyarakat Pribumi Papua, melainkan yang terjadi adalah amat banyak Pemekaran-Pemekaran Kabupaten/Propinsi baru baik yang sudah, dan yang masih dalam angan-angan untuk dimekarkan. Proses terlaksananya pemekaran-pemekaran tersebut bagaikan tumbuhan jamur yang tumbuh sehabis musim penghujan. Peristiwa pemekaran yang terjadi disana sungguh membinggunkan, mengherankan, dan memprihatinkan karena peristiwa itu terjadi sangat cepat dalam kurun waktu yang berdekatan pula, sehingga mesti dipertanyakan apakah peristiwa pemekaran tersebut telah memenuhi syarat-syaratnya seperti jumlah Kepala Keluarga, Luas Wilayah, Sumber Daya Manusia yang dapat mengisi tempat-tempat dalam pemerintahan/swasta/dll, Sumber Daya Alam, dan lain-lainnya yang berkaitan dengan syarat-syaratnya ?.

Motifasi untuk memekarkan kabupaten/Propinsi diatas sanggat berfariasi, namun pada prinsipnya bukan lahir dari keinginan masyarakat Pribumi setempat, melainkan lahir dari banyak pihak yang berkepentingan disana, diantaranya;

1. Lahir dari Inisiatif Pemerintah Pusat dengan pertimbangan politik yang terbukti dengan dikeluarkannya UU No 45 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tenggah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kab Paniai, Mimika, Puncak Jaya, Kotas Sorong, namun dibatalkan dengan uji materi yang diajukan Ketua DPRP atas lahirnya UU Nomor 21 Tahun 2001, dan dengan melihat materi Pasal 58 UU Nomor 24 Tahun 2000, sehingga pada tanggal 11 November 2004 diputuskan secara deklaratori dengan lahirnya undang-undang yang baru maka segala perangkat yang lahir atas rujukan undang-undang yang lama tidak diberlakukan lagi, sehingga propinsi irian jaya barat dan seluruh ikutan strukturnya dianggap batal, namun pada kenyataannya setelah lewat beberapa tahun dimekarkan juga dengan dasar hukum yang kurang jelas? Kemudian dengan adanya UU No 45 Tahun 1999 diatas telah membuktikan bahwa sebelumnya sudah ada inisiatif untuk memekarkan kabupaten/Propinsi di tanah Papua.
2. Lahir dari Para Pengusaha-pengusaha Sukses yang melihat lowongan SDA disuatu wilayah sehingga ia memperalat para Birokrat local, dan Politikus Lokal setempat dengan didanai dengan dana yang amat besar untuk mengurus pemekaran tersebut, selanjutnya dana-dana tersebut akan dijadikan sebagai hutang politik yang akan dilunaskan melalui pemberian/tender proyek-proyek yang akan dikeluarkan oleh pemerintah baru, dan ditempatkannya orang-orang dari pihak pengusaha ditempat-tempat strategis sebagai imbalannya, seperti di Nabire, Paniai, Dogiai, Intan Jaya, Punjak Jaya, Tolikara, Yahokimo, Mabramo Raya dan Propinsi Papua Barat.
3. Lahir dari Para Birokrat Lokal, dan Politikus Lokal yang karena kekecewaannya dalam berpolitik dimana tidak dipilihnya mereka dalam bursa pemilihan kepala daerah (PILKADA) disuatu wilayah sehingga mengambil jalan pintas untuk mendirikan wilayah baru untuk dijadikan kabupaten/propinsi, intinya karena Haus jabatan, dan ingin memegan Uang dalam jumlah yang besar.
4. Lahir dari Tokoh Masyarakat Bentukan Pemerintahan Indonesia yang diakui oleh masyarakat setempat, Mahasiswa-mahasiswa kaki tangan pemerintah Indonesia yang memiliki maksud terselubung dengan yang berkepentingan (Indonesia), dan diiming-imingi jabatan dikemudian hari.
5. Pada prinsipnya lahirnya motifasi pemekaran “Tidak Pernah Diinginkan Oleh Masyarakat Pribumi Papua”, karena masyarakat tidak mengerti tentang teknis/mekanisme memekarkan suatu Kabupaten/Propinsi, sehingga jika dalam praktek ditemukan kata-kata yang menyebutkan bahwasannya “Masyarakat Pribumi Papua yang mengiginkan pemekaran-pemekaran tersebut”, maka itu adalah Pembohongan Publik, namun jika dalam praktek ditemukan maka hal itu disebabkan karena adanya rayuan/bujukan para pihak-pihak yang disebutkan diatas, dengan menjanjikan Masyarakat Pribumi Papua dengan Janji-janji palsu.

Dalam penerapan UU OTSUS selama 9 (Sembilan) Tahun belum terdapat PERDASI dan PERDASUS sebagai landasan Formil diterapkannya UU tersebut, sehingga muncul pertanyaan dari kalangan akademisi bahwa dengan dasar teori hukum apa, yang melandasi jalannya OTSUS beberapa tahun lalu, jika ada tolong di katakana ?, menurut yang diketahui oleh mereka (akademisi, red) katanya di dalam Negara penyandang Rechtstaat seperti di Indonesia, jika diterapkannya suatu UU maka wajib dilandasi dengan Aturan Pelaksana pada penerapannya, agar selanjutnya akan diakui oleh Negara-negara lain di jagat raya ini, bahwa Negara indonesia telah memenuhi syarat sebagai Negara penyandang Rechstaat, seperti yang tersirat dalam konstitusinya yaitu pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945, namun jika yang terjadi sebaliknya (seperti di tanah papua, pasca diterapkan OTSUS) maka secara teori hukum status Negara Indonesia beralih menjadi Negara Matchstaat.

Dalil-dalil (alasan) yang sering kita lihat, baca, dan dengar sebelum diterapkannya UU OTSUS oleh Pemerintah Pusat, Birokrasi lokal, politisi lokal adalah untuk “Kesejahteraan masyarakat Pribumi Papua, Menyelaraskan pembagunan disegala bidang (ekonomi, politik, social, dan lain-lain) di daerah, Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia, dan lain-lainnya terhadap Masyarakat Pribumi Papua”, namun setelah diterapkan dan dalam 9 (sebilan) tahun terakhir ini, apa yang kita temukan tidak seperti yang dinginkan, dikatakan, dan dijanjikan oleh mereka. Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan di tanah papua, yang terjadi adalah;

1. Tingginya angka Korupsi oleh Birokrasi lokal, dan Pengusaha-pengusaha Pemegan tender Proyek-Proyek Pemerintah.
2. Tingginya Kasus Mal Atministrasi oleh Pejabat
3. Lahirnya raja-raja kecil di daerah
4. Tingginya permusuhan karena persaingan politik yang tidak sehat antara Birokrasi, Politikus local Papua yang mengorbankan Masyarakat Pribumi Papua karena ikatan sosial yang amat kental, kearah konflik horisontal
5. Maraknya permintaan pemekaran baik Propinsi maupun Kabupaten
6. Tingginya kasus pembunuhan (Pelanggaran HAM)
7. Telantarnya Mama Pedangan Papua, di Pasar-Pasar Umun Daerah
8. bertambahnya Jumlah Penduduk Non Pribumi
9. Bertambahnya Jumlah TNI/POLRI baik Organik maupun Non Organik
10. Maraknya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mandul (tanpa program kerja yang nyata dilapangan).
11. Bertambahnya jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK)/Pramuria, dan jumlah Lokalisasi
12. Bertambahnya Jumlah Pengidap HIV/AIDS
13. Bertambahnya pasokan Minuman Keras
14. Semakin bertambah jumlah Perusahan Multicorporatiaon (Perpanjangan Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia, PT. Britis Petroliun, PT. Blok Semai, PT. Mining Save Internasional, Perusahaan-Perusahaan Kelapa Sawit, dan lain-lain)
15. Tingginya kasus perusakan lingkungan hidup di tanah Papua
16. Meningkatnya Milisi-milisi orang Pribumi Papua ciptaan Negara Indonesia (Barisan Merah Putih).
17. Tingginya Jumlah pengangguran Pemuda Pribumi Papua.
18. Tingginya penangkapan, pembunuhan, terror, intimidasi, penyisiran terhadap Mahasiswa Papua, akibat tertutupnya/dibungkamnya ruang HAM, dan Demokrasi, dimana implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Berekspresi, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
19. Dan masih banyak lagi yang belum sempat diutarakan

Dalail yang sama juga dilontarkan oleh para Politisi lokal, dan Birokrasi lokal dalam upaya-upayanya untuk mencari dukungan dalam mengkapanyekan PEMEKARAN PROPINSI/KABUPATEN di tanah papua, namun pada implementasi mirip seperti implementasi UU OTSUS diatas, sehingga dapat dikatakan bahwa jika “Di tahun 2001 pemerintah Pusat membodohi masyarakat Pribumi Papua, maka kini dengan kampanye-kampanye pro pemekaran BIROKRASI, dan POLITISI lokat Asal PAPUA sendiri sedang mebodohi Masyarakat Pribumi Papua”, artinya secara kasar bahwa orang papua, dengan orang papua sendiri sedang saling membunuh.

Belum hilang dari ingatan bahwa ada beberapa orang papua yang ditunjuk oleh pemerintah Indonesia sebagai Tokoh Masyarakata Pribumi Papua seperti Ramses Ohee, Frans Albertd Yoku, dkk yang tergabung dalam Barisan Merah Putih (BMP) di tanah papua baru-baru ini bersorak-sorai karena menurutnya, telah melakukan suatu hal yang berharga bagi Masyarakat Pribumi Papua dimana pemerintah daerah tidak meragukannya, namun ia dan kawan-kawannya memperjuangkannya sehingga dirayakannya sambil bertepuk dada, karena Yudisial Refiuw yang dilakukannya terhadap penerapan OTSUS, tanpa Aturan Pelaksana sehingga beliau mengugatnya di Mahkama Konstitusi (MK). Dan akhirnya diputuskan dengan diberikannya 11 Kursi tambahan pada DPRP yang akan berlaku selama DPRP periode 2010-2014, dengan maksud 11 kursi ini yang akan bertugas untuk merumuskan PERDASI dan PERDASUS, disamping itu dengan putusan itu pula, sekaligus akan berfungsi sebagai penganti PERDASI, PERDASUS sementara pada penerapannya agar tidak ada lagi desakan, tuntutan, dan sungutan terkait hal itu.

Jawaban atas gugatan oleh Mahkama Konstitusi (MK) diatas sungguh sanggat membahagiakan para elit politik local, birokrasi local, tokoh-tokoh BMP, dan pengusaha yang sedang, dan akan meraup keuntungan atas diterapkannya OTSUS tersebut, dan meraup kekayaan alam disana. Terkait gugatan yudisial review diatas menurut akademisi sangat tidak sesuai dengan teori hukum yang ada, karena Mahkama Konstitusi (MK) hanya dapat memutuskan hal-hal yang “Bertentangan Antara Aturan Yang Bawah Dengan aturan paling Atas” contohnya Undang-Undang dengan Undang-Undang Dasar, sedangkan “aturan yang bertentangan antara satu dan yang lainnya yang setingkat, dan dibawah” contohnya Undang-Undang dengan Undang-Undang, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah maka yang memiliki kewenangan untuk memutuskannya adalah Mahkama Agung (MA), sedangkan untuk merumuskan suatu aturan entah ditingkatan atas maupun ditingkatan bawah dirumuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan disetuji oleh Presiden jika UU, disetujui oleh Gubernur jika PERDA, disetujui oleh Bupati jika PERDA sebab DPR-lah yang memiliki fungsi Legislasi. Dengan berkaca pada contoh kasus gugatan yudisial review atas OTSUS, yang hingga saat ini belum memiliki aturan pelaksananya telah diketahui bahwa Mahkama Konstitusi (MK) hanya memiliki kewenangan untuk memutuskan aturan yang sudah ada, dan yang diduga memiliki benturan dalam penerapannya dengan aturan yang paling atas, jika belum ada aturan maka Mahkama Konstitusi (MK) tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan, namun dalam kasus diatas dapat dikatakan telah terjadi perampasan kewenangan oleh Mahkama Konstitusi (MK), sehingga akan timbul pertanyaan bahwa apakah Mahkama Konstitusi memiliki fungsi legislasi? Jika ada maka dalam teori apa, dan atas dasar hukum apa ?.

Dari seluruh uraian diatas telah jelas bahwa Masyarakat Pribumi Papua dikorbankan, sehingga pertanyaan yang tersisa adalah OTSUS, PEMEKARAN PROPINSI, KABUPATEN, UNTUK SIAPA ?, jika pada kenyataannya demikian. kemudian yang hingga saat ini belum jelas secara nyata adalah berapa jumlah Penduduk Pribumi Papua?, mengapa pemerintah propinsi/kabupaten di tanah papua belum melakukan pendataan itu?, kemudian jika dilakukan pun apakah dalam proses penjumlahan akan melibatkan masyarakat non pribumi papua ?, karena itu adalah politik Negara Indonesia, dan ingat bahwa ada sistim komando dalam tubuh Pemerintahan.

PEMAKARAN BUKAN SOLUSI BAGI RAKYAT PAPUA

Suatu Pemakaran Bukan Solusi Bagi Rakyat Papua.Tetapi Membuat Banyak Persoalan Yang tidak di inginkan bagi Rakyat Papua"Di TANAH LELUHUR NYA SENDIRI.Oleh karena itu..
Marilah Kawan2 kita jgn membiarkan belengu ini terjadi terus didalam kehidupan kita
Tapi marilah kita singkirkan BERDASARKAN KEADILAN DAN KEJUJURAN DEMI KESEJAHTERAAN RAKYAT PAPUA UNTUK SEKARANG DAN SELAMANYA

SERUAN MAASISWA LANNY JAYA




Lanny Jaya
Mahasiswa Dan mahasiswi Asal Kabupaten  Lanny Jaya sangat membutuhkan kesejahteraan tetapi, pemerinta daera tidak memberika respon yang positif sampai sekarang menyangkut kesejahteraan mahasiswa dan mahasiswi.

 yang Pemerinta daerah Menyampaikan hanya Janji diata janji "Namun Vorum IKATAN PELAJAR MAHASISWA DAN MAHASISWI LANY JAYASE-JAWA DAN BALI mennyepakati bahwa"kalau sampai bulan ini tidak ada jawaban Dari pemerinta daera tersebut"sehinga kami seluru mahasiswa dan mahasiswi Akan mecari jalan alternatif"Dalam hal kami seluru mahasiswa Akan turun Ke-kantor perwakilan kabupaten lanny jaya di Ibukota jakarta.

"Kami mahasiswa adala tulang pungung daerah tersebut tetapi pemerinta daera kabupaten lanny jaya Sangat tidak peduli teradap Mahasiswa da maasiswi”sehinga Seluruh mahasiswa asal kabupaten lanny jaya Baik yang kulia di papua bahkan diluar PAPUA kami sangat keliru atas kinerja pemerinta daera Kabupaten lanny jaya IBUKOTA TIOM

















 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. KOMUNITAS YOWEN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger